Nasihat

  nasehat lain...
Blog ini milik Arif Rahman Hakim, seorang pria berputra 8 (delapan) yang juga anggota legislatif dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Blog ini berisi berbagai hal yang ingin saya ungkapkan, tentang pikiran saya, keluarga, teman-teman, pekerjaan dan kiprah PKS di seluruh dunia, namun tentu saja terutama di Yogyakarta.
Kepada semua pengunjung blog ini saya harap dapat terbantu dengan artikel-artikel yang saya muat.
silahkan memberi komentar jika perlu.

Cerita (dan DERITA) para Caleg saat Pemilu



Dibawah ini saya petikkan dari suratkabar Radar Jogja, cerita-cerita (dan derita) para caleg saat kampanye Pemilu 2009 kemarin, sebagai pembelajaran bagi para caleg di tahun 2014 nanti agar tidak terperosok pada lubang yang sama.


[ Senin, 13 April 2009 ]
Para Caleg Bercerita tentang Perilaku Pemilih saat Pemilu
Sudah Banyak Dibantu, Malah Contreng Yang Lain

Sebelum pemilu, masyarakat gamang menjatuhkan pilihan karena jumlah caleg dan parpol peserta pemilu begitu banyak. Kini setelah pemilu usai, gantian caleg yang bingung. Kalkulasi perhitungan suara yang mereka perkirakan meleset. Gara-garanya cukup sederhana. Jumlah dukungan suara mereka jauh dari harapan alias jeblok.

KUSNO S UTOMO, Jogja

------------------------------------------------

''RAKYAT sekarang makin pandai. Termasuk lebih piawai ngapusi caleg,'' gerutu Daryanto Wibowo, caleg asal Partai Demokrat, belum lama ini.

Pria yang maju menjadi calon legislator DPRD DIJ dari daerah pemilihan Sleman itu menilai, masyarakat pemilih sekarang tidak gampang dipercaya. Meski sudah beberapa kali dibina, nyatanya suara yang dicontreng jauh dari potensi yang sebelumnya telah dihitung.

Pengalaman itu didasarkan beberapa pemantauan di sejumlah TPS. ''Tabungan saya terkuras untuk kampanye,'' cerita politikus yang berlatar belakang pengusaha ini.

Daryanto mengakui dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya, kualitas Pemilu 2009 terbilang paling buruk. Salah satu yang disorot Daryanto adalah maraknya politik uang. ''Semua sudah kasat mata. Jual beli suara sangat kentara. Siapa yang uangnya banyak, terbukti suaranya juga besar,'' keluhnya.

Terempas oleh politik uang juga dirasakan Ternalem. Anggota FPDIP DPRD DIJ yang kembali mengadu nasib menjadi wakil rakyat itu merasa dipecundangi politik uang yang marak menjelang pencoblosan. ''Perut saya rasanya mulas kalau mengingat kejadian itu,'' ujarnya saat curhat di depan Ketua DPW PAN DIJ Immawan Wahyudi dan Ketua DPD Partai Golkar DIJ Gandung Pardiman.

Ketiganya bertemu secara tak sengaja di lobi Gedung DPRD DIJ Sabtu (11/4) lalu. Ternalem pun lantas berbagi pengalaman. Ia bukan saja kebobolan suara di kandang binaanya. Tim sukses yang telah dibinanya selama berbulan-bulan ternyata lari mendukung caleg lain.

''Bagaimana mungkin, tim sukses saya di TPS di kampungnya malah mencontreng caleg lain. Kalau teringat itu mulas pula perut aku ini,'' tutur politikus asal Batak yang tinggal di Playen Gunungkidul ini.

Ternalem mencoba mengusut penyebab larinya para pendukungnya itu. Usut punya usut, beberapa jam menjelang pemungutan suara, ada ''serangan fajar''. Tim suksesnya termasuk yang kecipratan. Per orang mendapat Rp 50 ribu. ''Ya sudah, karena nggak punya duit, suara saya kalah dengan politik uang,'' katanya getir.

Padahal untuk menjadi caleg, Ternalem sudah menghabiskan dana tidak sedikit. Sebidang tanah dan mobil kijang super milknya telah amblas. Tak kurang, uang Rp 100 juta telah dikeluarkan selama kampanye. ''Dulu nggak punya mobil, sekarang nggak punya ya sudah biasa,'' kata wakil bendahara DPD PDIP DIJ itu mencoba menghibur diri.

Di tengah perbincangan berlangsung, seorang penjual minuman ringan melintas. Gandung kemudian memanggil dan membeli minuman yang dijual itu Rp 50 ribu. Setiap orang yang kebetulan lewat di lokasi diberi minuman yang dikemas dalam botol keci. ''Mari kita minum bareng agar perut kita nggak mual melihat hasil pemilu. Kalau mules ya mules bareng-bareng,'' kelakar Gandung.

Caleg asal PAN dari daerah pemilihan Kota Jogja Nazaruddin juga punya kisah lain. Anggota Dewan Provinsi yang dikenal vokal ini mengaku lemas melihat perolehan suara PAN di kota. ''Suara PAN rontok,'' ucapnya.

Melihat perolehan suara PAN, Nazar tak bisa berharap banyak. Ia psimistis partainya bisa meraih dua kursi. Sebab, PAN hanya punya peluang satu kursi. Saat ini suara yang dikumpulkan Nazar tertinggal dibandingkan koleganya Arif Noor Hartanto yang sekarang menjabat ketua Dewan Kota Jogja.

Awalnya Nazar berharap lumbung suaranya di Kauman dan Kotagede mampu mendongkrak perolehan suaranya. Tapi di dua lokasi itu, Nazar kalah dengan caleg lokal asal daerah itu. Selama ini, Nazar mengaku aktif terjun ke bawah. Ia juga membantu pengadaan seragam pengajian ibu-ibu di daerah tersebut. Sayang, upaya itu tak banyak menolong. Pemilih mencontreng caleg lain.

Kisah pahit soal melesetnya perhitungan jumlah pemilih dengan hasil pencontrengan juga dirasakan Basuki Rakhmat. Ketua Komisi B DPRD DIJ yang tinggal di Kalasan itu bercerita pernah membantu pengadaan alat musik rebana seharga Rp 4 juta. Harapannya, ia mendapatkan limpahan dukungan 400 orang. Alhasil saat pemungutan suara hanya ada 49 orang yang memilih namanya. ''Masih banyak cerita-cerita ganjil lainnya. Itu baru satu cerita,'' ujarnya sambil melepas senyum.

Fenomena politik uang yang terasa masif sudah dirasakan Wakil Ketua FPAN DPRD DIJ Takdir Ali Mukti. Gelagat itu membuktikan rakyat sebagai pemilih dalam pemilu mayoritas punya bakat menjadi koruptor.

Ia juga mendapatkan informasi, seorang caleg untuk DPRD kabupaten bisa menghabiskan anggaran Rp 600 juta sekadar untuk transaksi suara. ''Ini sudah edan-edanan,'' ungkap Takdir yang memilih tahun ini tidak maju menjadi caleg itu. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

blogger templates | Make Money Online